Let's Chat

Eksotika Toraja, Ekspedisi Sabuk Nusantara 2019

Tongkonan is the traditional ancestral house of Toraja society
Tongkonan is the traditional ancestral house of Toraja society

Sejak lama Toraja menjadi destinasi budaya unggulan nusantara, keunikan dan kekayaan adat istiadatnya mampu menarik ribuan wisatawan domestik bahkan mancanegara. Tidak hanya kekayaan budaya saja, Toraja memiliki potensi alam yang sangat luar biasa, pegunungan dengan pemandangan yang sangat indah serta kopi yang sudah terkenal di dunia tak boleh dilewatkan ketika berkunjung ke Toraja. Dalam perjalananya di Toraja, Tim Ekspedisi Sabuk Nusantara 2019, Desa Wisata Benteng NKRI dari Asidewi berkesempatan untuk mengekplorasi kekayaan Toraja Raya.

Upacara Pemakaman Rambu Solo’

Upacara Rambu Solo’

Tim Ekspedisi Sabuk Nusantara 2019, berkesempatan mengikuti upacara Rambu Solo’ di Kelurahan Leatung, Kecamatan Sangalla Utara bersama masyarakat setempat. Masyarakat Toraja menganggap kematian sebagai sesuatu yang sakral, Rambu Solo’ merupakan upacara adat kematian yang dilakukan untuk mengantar kerabat yang telah meninggal dunia. Rambu Solo’ dilakukan oleh seluruh kerabat dan rangkaian upacara ini bisa memakan waktu selama 9 hari 8 malam. Uniknya keluarga yang ditinggalkan tidak boleh berduka, melainkan harus merayakan dengan berpesta.Menurut kepercayaan masyarakat Toraja, roh dari kerabat yang telah pergi belum dianggap benar-benar meninggal sebelum digenapi dengan upacara Rambu Solo’. Bahkan jenazah dari kerabat yang telah pergi masih diperlakukan sebagai orang hidup dan dibaringkan di tempat tidur serta masih diajak bicara dan dihidangkan makan minum.

‘Rambu Solo’ merupakan upacara kematian bagi seluruh lapisan sosial masyarakat Toraja. Secara harfiah, Rambu Solo’ berarti asap yang mengarah ke bawah, artinya ritus-ritus persembahan (asap) untuk orang meninggal itu dilaksanakan setelah melewati pukul 12 pada saat matahari mulai bergerak turun. Rambu solo’ sering juga disebut  Aluk Rampe Matampu’, ritus-ritus di sebelah barat, karna setelah jam 12 siang, matari telah berada di sebelah barat. Oleh karena itu ritus-ritus persembahan dilaksanakan di sebelah barat Tongkonan, rumah adat Toraja. Seluruh lapisan sosial masyarakat Toraja hadir mengikuti upacara ini, mereka menyadari bahwa mereka terhisap dalam persekutuan masyarakat Toraja, dan nilai-nilainya yang hanya dapat dihayati secara benar dan eksistensial oleh orang Toraja.

Tedong Bonga (kerbau belang)

Upacara Rambu Solo’ di Tana Toraja sarat dengan nilai pembelajaran yang luar biasa. Totalitas dalam memberikan persembahan yang terbaik bagi mereka yang lebih dahulu meninggalkan dunia fana menjemput keabadian surga. Tedong Bonga (kerbau belang) adalah salah satu wujud persembahan terbaik dan menjadi sebuah kebanggaan bagi mereka yang berduka atau yang di tinggalkan bisa memberikan yang terbaik sebelum jasad yang meninggal di antar menuju Patani (kuburan) untuk bertemu Tuhan di surga.

Sebelum Rambu Solo’ dilangsungkan, minimal setahun sebelumnya sudah dilangsungkan upacara Mapalao, berupa penyembelihan kerbau di mana dagingnya dibagikan secara merata ke penduduk sekitar. Tanduknya pun dipajang di tiang depan Rumah Adat Tongkonan dan merupakan simbol status sosial. Mereka juga percaya bahwa kesempurnaan upacara juga menentukan posisi arwah anggota keluarga yang telah pergi. Apakah mereka akan menjadi arwah gentayangan (bombo) arwah yang mencapai tingkat dewa (to-membali puang) atau jadi dewa pelindung (deata). Aturannya upacara Rambu Solo’ wajib dilakukan oleh kerabat yang ditinggalkan. Secara tradisi, para anggota keluara inti hingga cicit harus menemani jenazah di lankien selama 9 hari 8 malam.

Lankien sendiri merupakan tempat untuk menaruh jenazah sebelum dimasukan ke dalam liang di tebing batu. Selain itu keluarga inti yang ditinggalkan juga harus menyumbang minimal empat kerbau. Itu belum termasuk kerbau dari keluarga yang lain. Kalau dihitung-hitung jumlah kerbaunya bahkan bisa mencapai ratusan kerbau. Setelah itu kerbau yang dikumpulkan akan diadu satu sama lain sebagai rangkaian acara Rambu Solo’. Setelah itu kerbau yang terkumpul itu akan dikorbankan untuk menghormati kerabat yang telah meninggal hingga leluhur. Usai itu jenazah kerabat yang meninggal akan dibawa ke tebing untuk dikuburkan di gunung. Namun dulu hanya keluarga bangsawan saja yang diizikan menegubur kerabat di tebing batu dan melangsungkan Rambu Solo’. Namun kini siapa pun diperbolehkan melakukannya asal punya dana. Pada akhirnya jenazah kerabat akan dikuburkan di tebing batu.

Jenis upacara ditentukan oleh status orang yang meninggal, dalam masyarakat Toraja dikenal sebagai Tana’ atau kelas. Ada beberapa stratifikasi upacara Rambu Solo’, sebagai berikut:

  1. Didedekan palungan, berlaku untuk semua tana’ atau kelas, diselenggarakan untuk kematian anak.
  2. Disilli’, berlaku untuk semua kelas, diselenggarakan untuk kematian anak.
  3. Dibai Tungga’, berlaku hanya bagi para budak.
  4. Dibai a’pa’, berlaku hanya bagi para budak.
  5. Tedong tungga’, berlaku untuk semua kelas termasuk budak asal sanggup menanggung biayanya.
  6. Tedong tallu atau tallung bongi, untuk tana’ karurung ke atas.
  7. Tedong pitu, limang bongi, untuk tana’ bassi, dengan alasan ekonomis jenis upacara ini merupakan yang paling sering dilaksanakan.
  8. Tedong kasera, pitung bongi, untuk tana’bassi dan tana’ bulaan.
  9. Rapasan, untuk tana’ bassi dan tana’ bulaan.

Kampung Lolai, Negeri Diatas Awan

Kampung Lolai, Negeri Diatas Awan

Satu tempat yang tidak boleh dilewatkan ketika berkunjung di Toraja adalah Kampung Lolai yang memiliki daya tarik sangat luar biasa, jaraknya pun tak jauh hanya sekitar 20 kilometer dari Rantepao. Julukan “negeri di atas awan” disematkan karena lokasinya yang berada di ketinggian 1.300 mdpl. Meskipun berada di ketinggian, Tim Ekspedisi Sabuk Nusantara 2019 menuju ketempat ini menggunakan motor. Hingga kini, Kampung Lolai tak pernah sepi pengunjung, baik dari dalam maupun luar negeri. Tak jarang pemandangannya mengundang decak kagum wisatawan. Atmosfer paginya begitu magis, gulungan kabut tebal lembut menyentuh kulit, kicauan burung-burung terdengar merdu di telinga. Berada di kampung ini, tim dapat menikmati keindahan hamparan awan putih yang mempesona, dan tak lupa untuk menikmati sunrise atau sunsetnya yang tampak memukau.

Di sini Tim Ekspedisi Sabuk Nusantara 2019 juga merasakan sensasi menginap di rumah adat khas Toraja, yaitu Tongkonan. Bangunan milik warga setempat ini disewakan sebagai homestay untuk pengunjung. Harganya pun variatif, tergantung kesepakatan dengan si pemilik. Selain itu, pengunjung juga bisa mendirikan tenda di sekitar kawasan. Kampung Lolai sering dijadikan sebagai tuan rumah Festival Toraja Explorer setiap tahunnya. Di sini, pengunjung bisa melihat pertunjukan paragliding profesional dari seluruh Indonesia. Event ini bertujuan untuk menghidupkan olahraga paralayang di Sulawesi Selatan.

Sentra Kain Tenun Tradisional Khas Toraja

Tenun Tradisional Toraja

Desa Sa’dan Malimbong kecamatan Sa’dan terletak di 16 km sebelah utara kota Rantepao berada ketinggian 846 mdpl. Di tempat ini terdapat banyak sekali Tongkonan (rumah tradisional) dan alang (lumbung padi) yang merupakan milik bangsawan Langi’ Para’pak yang berfungsi sebagai pusat pemerintahan dimasa lampau, ditempat ini merupakan sentra tenun tradisional Toraja.

Alat tenun yang digunakan masih tradisional dan terbuat dari bahan kayu dan batang bamboo, bahkan benang yang merupakan bahan dasar membuat kain tenun ini juga diproduksi dengan cara yang masih tradisional menggunakan pemintal benang yang terbuat dari bahan kayu. Bahan yang digunakan membuat benang ada 2 jenis yaitu kapas dan serat nenas. Sayang, serat dari nenas ini sudah langka, hal ini di karenakan sulit mencari serat nenas sekarang. Sehingga sekarang, dominan di pintal adalah serat dari kapas.

Sentra Tenun Toraja

Untuk proses pewarnaan pada kain tenun ini menggunakan bahan bahan alami. Misalnya menggunakan warna merah dari kulit pelepa dan warna hijau dari daun. Sa’dan ToBarana menjadi perkampungan pusat pengrajin tradisional dan penjualan kain tenun Toraja.

Salah seorang pemintal kapas yang terkenal adalah Nenek Panggau’ sapaan akrab perempuan berusia 90 tahun ini masih aktif memintal kapas bahan pembuatan kain. Di Sa’dan To’Barana kita akan ditawarkan berbagai macam motif kain motif tradisional toraja berupa kain panjang, sarung dengan harga yang masih terjangkau bila dibandingkan dengan harga jual di Kota Rantepao. Tak lupa kami membeli kain dengan motif pilihan sesuai selera sebagai cindera mata.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *